Kamis, 17 September 2015

Berita Sepak Bola : Kemanusiaan Sepakbola Jerman

Berita Sepak Bola : Kemanusiaan Sepakbola Jerman

sumber berita Kemanusiaan Sepakbola Jerman : http://detik.feedsportal.com/c/33613/f/656101/s/49f50433/sc/3/l/0Lsport0Bdetik0N0Csepakbola0Cread0C20A150C0A90C180C1233340C30A225110C14970Ckemanusiaan0Esepakbola0Ejerman/story01.htm
Belakangan, tribun-tribun di stadion-stadion sepakbola Jerman diramaikan oleh spanduk besar berbeda ukuran dan warna, namun menyuarakan hal yang sama; penerimaan terhadap para pencari suaka.

Tak hanya para pendukung di tribun, para pemain di lapangan pun menyatakan penerimaan mereka. Selain kedua kelompok ini, kesebelasan-kesebelasan Jerman juga menyatakan sikap yang sama.

Dengan program bernama Angekomen in Dortmund, Borussia Dortmund mengundang 220 pencari suaka ke Westfalenstadion untuk menyaksikan pertandingan play-off Europa League melawan Odds BK. Jumlah tersebut 80 orang lebih sedikit daripada jumlah pencari suaka yang diundang oleh kesebelasan divisi ketiga, Dynamo Dresden.

Walau lebih sedikit daripada Dresden, jumlah pencari suaka yang diundang Dortmund ke Westfalenstadion masih lebih banyak dari jumlah pencari suaka yang secara legal diterima Inggris Raya. Itu saja seharusnya sudah memberi gambaran jelas kepada kita semua.

Tapi tunggu, masih ada lagi. Seperti Dortmund, Schalke 04 juga mengundang para pencari suaka ke pertandingan kandang pertama mereka di ajang Bundesliga musim ini. Jumlahnya 100 orang. Di luar itu, Schalke memiliki program bernama Kumpel-Kiste yang bertujuan mengumpulkan pakaian dan mainan untuk membantu para pencari suaka.

Sebagai kesebelasan paling populer di Jerman, dan salah satu yang paling giat melakukan kegiatan sosial, Bayern Munchen jelas tak mau ketinggalan. Juara bertahan Bundesliga ini menyumbang lebih dari satu juta euro untuk makanan, kelas bahasa Jerman, dan pelatihan para imigran.

FC Ingolstadt bergerak dengan cara yang sedikit berbeda. Mereka bekerja sama dengan sekolah-sekolah sekitar untuk menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dan memerangi rasisme. Tindakan ini tidak kalah penting dibandingkan dengan bantuan langsung, mengingat kehadiran para pencari suaka dalam jumlah banyak membuat kemungkinan terjadinya masalah sosial yang cukup besar, dan masalah sosial adalah salah satu penyebab rasisme.

Bayer Leverkusen, Werder Bremen, FC Koln, VfB Stuttgart, Borussia Monchengladbach, Fortuna Dusseldorf, dan kesebelasan kesebelasan Jerman lainnya di semua divisi juga membantu meringankan beban dan menerima para pencari suaka dengan cara mereka masing-masing.

Sepatutnya kesebelasan-kesebelasan Jerman bertindak demikian. Peran “mereka yang bukan orang Jerman” bagi sepakbola Jerman tidaklah kecil. Mesut Oezil, Sami Khedira, Lukas Podolski, Miroslav Klose, Jerome Boateng, dan Skhodran Mustafi memainkan peran penting dalam keberhasilan Jerman keluar sebagai juara Piala Dunia 2014. Keenam pemain tersebut, walau berkewarganegaraan Jerman, adalah keturunan dari para imigran yang datang ke Jerman ketika Jerman sedang memulihkan diri dari kekalahanPerang Dunia II, ketika Eropa Timur dilanda perang, atau setelahTembok Berlin dirobohkan.

Empat tahun sebelum enam pemain keturunan imigran tersebut membantu Jerman menjuarai Piala Dunia untuk kali pertama sebagai negara bersatu, para pemain keturunan imigran membantu memperbaiki citra Jerman di mata dunia. Jerman, negara yang selama Perang Dunia II memiliki citra rasis karena mengagungkan diri sendiri dan merendahkan golongan lain, sejak 2010 dipandang sebagai negara yang multikultur karena 11 dari 23 pemain mereka untuk Piala Dunia 2010 adalah keturunan imigran.



Mengingat itu semua, wajar jika sepakbola Jerman menerima para imigran dengan tangan terbuka. Namun jika dilihat lebih saksama, apa yang terlihat di stadion sebenarnya adalah gambaran dari apa yang terjadi di masyarakat. Sepakbola (profesional) Jerman belum meninggalkan kedekatan mereka dengan masyarakat, sehingga dunia hanya perlu melihat apa yang terjadi di stadion untuk memahami apa yang sedang berlangsung di Jerman.



Menangguhkan Kesepakatan Bersama Atas Nama Kemanusiaan

Atas nama kemanusiaan, Jerman menangguhkan sebuah aturan yang sudah mereka sepakati bersama negara-negara Uni Eropa lainnya. Aturan yang dimaksud bernama Dublin Regulation. Fungsinya mengatur penerimaan pencari suaka.

Sesuai dengan aturan ini, para pencari suaka hanya boleh mengajukan permintaan suaka di negara Dublin Regulation pertama yang mereka masuki. Jika para pencari suaka mengajukan permintaan suaka di negara kedua atau ketiga atau seterusnya, mereka akan dideportasi ke negara Dublin Regulation pertama yang mereka masuki.

Untuk diketahui, dalam krisis pencari suaka yang sedang berlangsung saat ini, kecil kemungkinan Jerman menjadi negara pertama yang dimasuki. Italia dan Yunani, yang lebih mudah dijangkau dari Suriah, menjadi tujuan utama para pencari suaka.

Terjadi penumpukan pencari suaka di Italia dan Yunani, karena ke negara mana pun para pencari suaka meminta suaka, mereka akan dikembalikan ke Italia atau Yunani. Jerman merasa aturan yang ada saat ini tidak adil bagi negara-negara yang mudah dijangkau. Karenanya Jerman secara sepihak menangguhkan Dublin Regulation dan menerima para pencari suaka dengan tangan terbuka. Para pencari suaka yang datang ke Jerman tidak akan dideportasi ke Italia atau Yunani.

“Saya percaya kami dapat menangani setengah juta pencari suaka selama beberapa tahun ke depan,” ujar Sigmar Gabriel, Wakil Kanselir Jerman, lewat saluran televisi ZDF. “Saya tidak ragu. Mungkin malah (kami dapat menerima) lebih banyak.”

Sebelum akhir tahun, Jerman diperkirakan sudah menerima 800 ribu pencari suaka. Jumlah tersebut empat kali lebih banyak daripada jumlah pencari suaka yang mereka terima tahun lalu. Januari hingga Juli tahun ini saja, Jerman sudah menerima 218.221 permintaan suaka. Jumlah tersebut lebih banyak dari total jumlah pencari suaka yang Jerman terima sepanjang tahun, di tahun mana pun sejak 1994.

Niatan baik pemerintah Jerman untuk menerima para pencari suaka tidak akan berjalan lancar tanpa bantuan masyarakatnya. Menangani ratusan ribu pencari suaka jelas bukan perkara mudah. Pemerintah Jerman cukup beruntung karena masyarakat turun tangan meringankan beban mereka dan saudara-saudara mereka yang datang ke Jerman untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Tidak sedikit masyarakat Jerman yang turun tangan menjadi relawan.

“Saya duduk di sofa dan menonton TV,” ujar salah satu relawan bernama Frank Dietrich. “Kami dapat melihat bahwa pemerintah kesulitan menangani situasi di sini. Jadi kami harus membantu.”

Mereka yang tidak dapat turun tangan menjadi relawan, membantu dengan cara lain. Menurut polling yang dilakukan saluran televisi ARD-DeutschlandTrend, 88 persen masyarakat Jerman telah atau akan menyumbang pakaian atau uang untuk para pencari suaka.



Masyarakat dan pemerintah bekerja sama. Jerman melakukan pekerjaan yang tidak mudah untuk meringankan beban negara-negara lain dan para pencari suaka itu sendiri. Jerman melakukannya atas nama kemanusiaan.

Sepatutnya demikian, karena para pencari suaka yang datang sekarang dan para imigran yang didatangkan pasca Perang Dunia II pada dasarnya sama saja: Mereka datang ke Jerman untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Dan Jerman tentunya tidak boleh lupa bahwa tanpa bantuan para imigran yang datang sebagai pekerja tamu di era pembagunan ekonomi, Jerman akan kesulitan bangkit dari kehancuran Perang Dunia II.



Penolakan bukannya tidak ada. Masih menurut ARD-DeutschlandTrend, 38 persen masyarakat Jerman khawatir jumlah yang diterima negara mereka terlalu banyak. Di tingkat yang lebih ekstrem, partai sayap kanan Nationaldemokratische Partei Deutschlands (NPD) menolak kehadiran para pencari suaka. Mereka menggunakan pengeras suara di atas mobil untuk meneror para pencari suaka, untuk memberi kesan bahwa Jerman bukan negara yang ramah dan Jerman tidak menerima keberadaan mereka. Itu semua, toh, tidak menjadi masalah karena para penolak kalah jumlah. Sekitar 200-an orang dari kelompok anti Nazi berhadapan langsung dengan mobil NPD dan lantang mengusir NPD dengan nyanyian “katakan dengan lantang dan jelas, para pencari suaka diterima di sini.”

Masyarakat Jerman masih cukup manusiawi untuk menerima saudara-saudara mereka yang kurang beruntung (dan menentang orang-orang yang berkewarganegaraan sama dengan mereka, tapi menunjukkan sikap yang berbeda kepada para pencari suaka). Itu saja sudah cukup baik bagi para pencari suaka.

Fakta bahwa sepakbola Jerman masih menjalankan tugasnya sebagai olahraga masyarakat, karenanya, membuat penerimaan para pencari suaka di Jerman terasa lebih baik lagi.


=====

* Akun twitter penulis: @nurshiddiq dari @panditfootball


Nuhun for visit Kemanusiaan Sepakbola Jerman

1 komentar: